Mengapa Bahan Bakar Premium Akan Dihapus?

Saat ini Bahan Bakar Minyak (BBM) premium sudah sangat sulit ditemukan pada beberapa SPBU. Kejadian ini disebabkan oleh adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan kondisi lingkungan dengan cara menghimbau masyarakat Indonesia agar menggunakan bahan bakar ramah lingkungan yaitu bahan bakar yang memiliki bilangan oktan yang tinggi.dari berbagai jenis BBM yang diperjual belikan, BBM jenis pertalite memiliki bilangan oktan yang tinggi yaitu 90 sedangkan BBM jenis premium memiliki bilangan oktan yang sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan pertalite yaitu 88. Oleh karena itu, pemerintah telah membuat peta jalan bahan bakar hijau dan mengganti pertalit dengan bahan bakar yang lebih berkualitas. Rencana penghapusan Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium sudah beberapa kali diajukan oleh kelompok aktivis yang bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan dan juga diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Namun sejauh ini, usulan penghapusan premi tersebut menimbulkan banyak kekurangan dan belum terlaksana. Mengapa sering disarankan untuk menghapus premi? Webinar yang disponsori Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tentang “Dampak Lingkungan dan Sosial Ekonomi Pencemaran Udara di DKI Jakarta” mengungkapkan setidaknya lima alasan mengapa bahan bakar premium akan dihapus dengan rincian sebagai berikut.

1. Premium tidak ramah lingkungan

Grade premium dinilai dapat membuat polusi serta akan membentuk lingkungan yang tidak sehat karena memiliki bilangan oktan yang paling rendah yaitu hanya mencapai nilai 88. Premium dianggap tidak memenuhi standar emisi peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Pada tahun 2017 Nomor 20 Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017, standar kualitas emisi gas buang suatu kendaraan wajib memenuhi standar Euro 4. Oleh karena itu, bahan bakar yang akan digunakan oleh sebuah kendaraan harus memiliki research octane number (RON) minimal 91 untuk mesin yang menggunakan bahan bakar bensin dan cetane number (CN) minimal  51 untuk mesin yang menggunakan bahan bakar diesel.

2. Jauh lebih boros dan emisi gas kotor

Premium hanya tersedia untuk mesin bensin kompresi rendah. Kerugian dari mesin bensin yang memiliki rasio kompresi rendah adalah kepadatan daya mesin yang rendah. Sehingga, penghematan bahan bakar tidak optimal dan knalpot menjadi kotor. 

“Pada umumnya mobil yang dirancang pada zaman ini sudah menggunakan rasio kompresi yang  tinggi. Mobil modern jarang  menggunakan rasio kompresi rendah. Rasio kompresi yang lebih rendah juga menurunkan kepadatan daya, menghasilkan penghematan bahan bakar yang lebih rendah pada satuan kilometer per liter (km/l) dan  emisi yang lebih tinggi,” jelas Remigius, Manajer Pemasaran Teknis dan Ritel. PT Pertamina. Chernyadi Tomo.

3. Premium mudah merusak piston

Ketika mesin bensin yang memiliki kompresi tinggi menggunakan bensin premium, mesin tersebut dapat cepat panas bahkan meledak. Selain itu juga dapat meningkatkan emisi polutan. Dalam jangka panjang, ini juga menyebabkan kerusakan piston karena berkurangnya tenaga, sehingga kenyamanan dalam berkendara akan berkurang.

4. Premium hanya cocok untuk mesin standar euro 1

BBM jenis premium hanya pas digunakan pada mesin dengan teknologi mesin euro 1. Sedangkan mesin standar euro 1 memiliki emisi gas buang yang dapat mencemari lingkungan. Jumlah polutan udara CO (karbon monoksida), NOx (nitrogen oksida) dan HC (hidrokarbon) yang dapat dikurangi dengan mengganti mesin euro 1 menjadi mesin euro 4 adalah 93,5%. “Jika kita bisa mencapai 100% dengan kendaraan listrik. Euro-1 adalah yang paling mencemari, jadi semakin banyak Euro, semakin ramah lingkungan emisi dan emisi karbonnya lebih rendah, ”kata Chorniadi.

5. Gas buang lebih polutif

Ketika bahan bakar premium dipaksa untuk digunakan pada mesin standar emisi Euro 3 atau Euro4, konverter katalitik tiga arah yang membantu mengurangi emisi hidrokarbon, karbon monoksida, dan nitrogen oksida memiliki lebih banyak emisi, yang kehilangan efek berbahayanya bagi lingkungan.

Selain beberapa alasan itu, terdapat juga alasan lain yang menyebabkan bahan bakar premium akan dihapus. Serjaningsih, Direktur Pengembangan Usaha Pemurnian dan Migas, mengatakan bahwa sekarang Indonesia sudah memasuki masa perubahan dimana premium akhirnya digantikan oleh pertalite sebelum  menggunakan bahan bakar hijau. 

 “Premium 88 octane, sekarang hanya digunakan di 7 negara. Volume yang dapat digunakan juga sangat kecil. Salah satunya karena kesadaran masyarakat akan penggunaan bahan bakar yang berkualitas,” ungkapannya. serja juga mengatakan pemerintah saat ini sedang menyiapkan roadmap bahan bakar yang bersih untuk menggantikan pertalite dengan bahan bakar yang lebih berkualitas. Penggunaan BBM jenis Pertalite ke Pertamax  sudah menjadi salah satu isu lingkungan yang dibahas dalam diskusi FGD agar transisi ini tidak membuat keresahan di masyarakat. “Jadi kami juga memperhatikan jumlah pertalite yang harus kami berikan kepada masyarakat,” tambah Sorha.